KabarJawa.com — Sejumlah warga Desa Taji, Kecamatan Juwiring, Klaten, menggelar aksi damai di depan kantor desa pada Rabu pagi, 8 November 2024. Aksi ini dipicu oleh dugaan pelanggaran asusila yang dilakukan oleh Kepala Desa (Kades) Agus Prasetyo, yang dinilai tidak layak lagi memimpin desa mereka. Massa menuntut agar Kades mundur dari jabatannya.
Aksi dimulai sekitar pukul 08.00 WIB, dengan warga dari berbagai kalangan—termasuk ibu rumah tangga dan para pemuda—mengumpulkan diri di sekitar kantor desa. Selama setengah jam, massa berkumpul sambil membawa spanduk dan poster yang berisi berbagai tuntutan. Mereka meminta Kades Agus Prasetyo untuk segera mundur dari jabatannya dengan tulisan yang berbunyi:
- “Bojone Wae Diapusi Opo Meneh Wargane, Kami Tidak Butuh Lurah Otak Mesum, Copot Jabatannya Sekarang Juga”
- “Kepala Desa Taji Wajib Mengundurkan Diri, Jangan Rusak Desa Taji Dengan Kelakuan Bejatmu.”
Poster-poster ini menggambarkan rasa kekecewaan yang mendalam dari warga terhadap perilaku yang diduga dilakukan oleh Kades. Spanduk-spanduk tersebut menjadi simbol dari tuntutan agar Kades Agus Prasetyo mempertanggungjawabkan perbuatannya dan mundur dengan hormat.
Tuntutan warga berakar pada tudingan pelanggaran asusila yang dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi sekitar dua minggu sebelumnya, pada 24 Oktober 2024. Menurut informasi yang beredar di kalangan warga, peristiwa tersebut terjadi di Desa Gondangsari, Kecamatan Juwiring. Kades diduga berada di rumah seorang perempuan pada jam yang tidak wajar, yakni pada pukul 23.30 WIB dan baru keluar pada pukul 03.00 WIB, sementara suami dari perempuan tersebut tidak berada di rumah. Kejadian ini memicu kecurigaan warga dan memperburuk citra Kades di mata masyarakat.
Sri Mulardi, Koordinator Lapangan aksi, menjelaskan bahwa kejadian tersebut berpotensi merusak nama baik desa. “Bapak Kades sudah tidak layak menjabat. Perbuatannya jelas tidak etis. Kejadian yang berlangsung pada malam hari, dengan jam yang tidak wajar, menambah kecurigaan kami,” ujar Sri.
Namun, Kades Agus Prasetyo membantah tuduhan tersebut. Dalam konfirmasinya kepada media, ia menegaskan bahwa tudingan tersebut merupakan sebuah salah paham. Agus mengatakan bahwa peristiwa itu telah diselesaikan secara kekeluargaan, dengan adanya surat pernyataan dari istrinya dan pihak terkait. “Saya tegaskan itu tidak benar. Semua telah diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Ada surat pernyataan dari istri saya, suaminya, dan disaksikan oleh tokoh masyarakat,” ujar Agus.
Aksi yang dimulai dengan orasi di depan kantor desa semakin memanas ketika massa merasa tidak ada respons segera dari pihak desa. Namun, suasana mereda setelah warga menyerahkan surat mosi kepada Kades Agus Prasetyo, yang kemudian menandatanganinya. Surat tersebut berisi permintaan agar Kades mundur dan diserahkan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk diteruskan ke Pemerintah Kabupaten Klaten.
Pardiyono, salah satu warga yang ikut serta dalam aksi tersebut, mengungkapkan kekecewaannya terhadap tindakan Kades yang dianggap merusak moralitas dan wibawa desa. “Sebagai warga desa, kami merasa malu. Kepala desa seharusnya menjadi panutan, tetapi dengan adanya kasus ini, harga diri kami sebagai warga desa menjadi jatuh. Kami tidak ingin sosok seperti ini yang memimpin kami,” ujar Pardiyono dengan nada kecewa.
Selain itu, ia menilai bahwa Kades telah melanggar tiga norma penting dalam masyarakat, yaitu norma hukum, norma sosial, dan norma agama. Menurutnya, tindakan Kades tersebut tidak mencerminkan perilaku seorang pemimpin yang harus menjadi contoh bagi masyarakat.
Camat Juwiring, Nindyarini Budi Wardhani, mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku dan menunggu keputusan lebih lanjut dari Bupati Klaten. “Warga telah menyampaikan tuntutannya, dan kami di sini hanya memfasilitasi. Keputusan akhir akan mengikuti aturan hukum yang ada,” jelas Nindyarini.
Kapolsek Juwiring, AKP Sumardi, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, menegaskan bahwa pihak kepolisian akan mendalami laporan-laporan yang masuk terkait dugaan perbuatan asusila. “Kami akan menyelidiki lebih lanjut sesuai dengan prosedur hukum. Semua pihak harus mematuhi proses hukum yang berlaku,” katanya.
Setelah hampir empat jam melakukan aksi, suasana akhirnya mereda setelah surat mosi diserahkan dan ditandatangani. Warga berharap tuntutan mereka segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang, termasuk Pemerintah Kabupaten Klaten.
Sementara itu, Kades Agus Prasetyo menyatakan bahwa dirinya siap menjalani semua prosedur hukum yang ada. Ia berpendapat bahwa tuduhan asusila yang diarahkan kepadanya tidak berdasar dan telah diselesaikan secara kekeluargaan.
Aksi damai yang digelar warga Desa Taji ini menunjukkan keteguhan masyarakat dalam menjaga integritas dan kehormatan desa. Warga berharap, apa pun keputusan yang diambil nantinya, hal itu akan mengembalikan kepercayaan mereka terhadap institusi pemerintahan desa dan menjaga keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. (Sarina)