News  

Warga Ciamis Tertipu Investasi Bodong FGS Global, Rugi Puluhan Juta

ilustrasi investasi bodong (int)

KabarJawa.com — Di tengah sulitnya mencari penghasilan di era sekarang, banyak orang tertarik pada investasi yang menawarkan keuntungan besar dalam waktu singkat. Terbatasnya lapangan pekerjaan serta ketidakpastian ekonomi semakin mendorong masyarakat untuk mencoba peruntungan di bidang investasi, meski tak selalu aman.

Fenomena ini tampak di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, di mana sejumlah warga diduga tertipu oleh aplikasi investasi FGS Global yang menjanjikan penghasilan tambahan dengan mudah. Namun, alih-alih mendatangkan keuntungan, warga malah merugi setelah aplikasi tersebut tak lagi dapat diakses.

Kasus ini mencuat ke publik setelah akun TikTok @tu**duh membagikan informasi terkait dugaan penipuan aplikasi investasi ini, dengan menyebut bahwa perangkat desa setempat bahkan ikut mempromosikan FGS Global kepada warga. Kabar ini menjadi viral setelah video tersebut turut menandai akun media sosial @gerindra, membuat banyak orang mulai mempertanyakan keterlibatan pemerintah desa.

Aplikasi FGS Global menawarkan janji manis berupa tambahan pemasukan bagi para penggunanya. Dikatakan bahwa dengan melakukan investasi dalam jumlah tertentu, pengguna akan mendapatkan penghasilan tambahan hanya dengan menyelesaikan tugas mengunduh aplikasi. Salah satu warga Kecamatan Cipaku, Ciamis, mengaku tergiur dan akhirnya bergabung dengan aplikasi tersebut setelah menerima promosi langsung dari seorang admin.

“Awalnya saya hanya perlu mengunduh beberapa aplikasi setiap hari dan bisa mendapat imbalan sekitar Rp 600 ribu per hari. Saya pikir ini lumayan untuk tambahan penghasilan,” ujar warga tersebut yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Tidak hanya warga biasa, perangkat desa setempat juga disebut-sebut ikut mempromosikan aplikasi tersebut kepada masyarakat. Sekitar 90 persen perangkat desa bahkan dikabarkan bergabung dalam FGS Global, yang semakin meningkatkan kepercayaan warga terhadap keabsahan aplikasi ini. Balai desa pun sempat dijadikan tempat pertemuan untuk anggota, yang bertujuan memperkuat kesan resmi dan meyakinkan warga bahwa investasi ini legal.

Namun, setelah warga melakukan investasi, janji keuntungan yang dijanjikan aplikasi FGS Global hanya berakhir sebagai harapan kosong. Para pengguna aplikasi mulai kesulitan untuk menarik saldo yang tercatat dalam aplikasi, hingga akhirnya aplikasi tersebut tidak lagi bisa diakses.

Salah satu korban mengaku mengalami kerugian hingga Rp 17 juta. “Saya sudah investasi sampai Rp 17 juta. Pada awalnya saya sempat mendapat bonus, tetapi ketika hendak mencairkannya, saya justru tidak bisa mengakses aplikasi itu,” jelas korban.

Di lokasi yang sama, perangkat desa bernama Suherli juga turut menjadi korban penipuan ini. Suherli, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Desa Cipaku, mengungkapkan bahwa dirinya telah menginvestasikan Rp 4,4 juta di aplikasi tersebut. Untuk menarik minat warga, ia bahkan mendaftarkan 13 anggota dari uang pribadinya agar akunnya bisa naik level.

“Saya hanya ingin mencari tambahan, tetapi akhirnya banyak warga yang juga ikut bergabung karena promosi yang dilakukan di balai desa. Saya juga menjadi korban, karena saldo dalam aplikasi tidak bisa dicairkan lagi,” ujar Suherli.

Penyelidikan terkait keterlibatan perangkat desa dalam promosi aplikasi ini menjadi salah satu poin penting. Adanya laporan bahwa perangkat desa menggunakan balai desa sebagai tempat sosialisasi FGS Global dapat mengarah pada penyalahgunaan wewenang, terlebih jika ada upaya memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi.

Berdasarkan pengakuan korban, FGS Global menjanjikan keuntungan dengan tugas sederhana, seperti mengunduh aplikasi tertentu. Metode ini perlu ditelusuri untuk memastikan apakah ada regulasi atau sistem dalam aplikasi yang benar-benar mendukung pembayaran keuntungan tersebut, atau hanya kedok untuk mengelabui korban.

Berdasarkan keterangan korban, diperkirakan ada sekitar 235 orang yang terlibat dalam aplikasi FGS Global dengan kerugian bervariasi, dari Rp 300 ribu hingga belasan juta rupiah. Sebagian besar korban enggan melapor karena takut dan bingung mengenai tindakan yang harus diambil.

Legalitas aplikasi FGS Global perlu dipastikan. Sebuah aplikasi yang melibatkan transaksi investasi seharusnya terdaftar di lembaga resmi seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan apakah aplikasi ini telah mendapat izin beroperasi secara legal di Indonesia.

Kapolsek Cipaku, Iptu Adharudin, membenarkan adanya kasus dugaan penipuan ini. Meski begitu, hingga kini belum ada warga yang secara resmi melaporkan kerugian yang mereka alami. Menurut Iptu Adharudin, polisi tetap berinisiatif melakukan penyelidikan terhadap kasus ini.

Sekretaris Desa Cipaku, Suherli, yang juga menjadi korban, mengungkapkan keinginannya untuk melaporkan kasus ini ke pihak yang berwenang. “Jika ada warga yang mau bersama-sama mengusut kejadian ini, saya siap melapor, bahkan ke Kominfo atau lembaga terkait lainnya. Saya juga korban di sini,” tegasnya.

Kasus ini tidak hanya menyoroti pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap aplikasi investasi yang belum terbukti legalitasnya, tetapi juga peran aparat pemerintah dalam mengedukasi warga. Masyarakat diminta untuk selalu memverifikasi keabsahan aplikasi investasi yang ditawarkan, terutama yang menjanjikan keuntungan dalam jumlah besar tanpa proses yang jelas.

Fenomena penipuan berkedok investasi ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di daerah-daerah, masih rentan menjadi korban dari janji-janji keuntungan instan. Keterlibatan perangkat desa dalam promosi aplikasi ini menambah kompleksitas masalah, karena memunculkan indikasi bahwa jabatan publik dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Pihak kepolisian perlu melakukan penyelidikan mendalam terkait kasus ini, sementara warga diharapkan lebih berhati-hati dalam memilih aplikasi investasi, terutama jika promosi dilakukan tanpa dasar legalitas yang jelas. (Sarina)