SEMARANG – Seorang warga Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang berinisial A (36) menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myawaddy, Myanmar. Korban dipaksa dipaksa bekerja sebagai scammer atau penipu di platform online.
Ibu Korban, Ing (63) mengungkapkan, selama bekerja anaknya tidak digaji. Bahkan jika tidak memenuhi target yang ditentukan disiksa. “Disuruh lari lapangan sambil membawa galon isi air, dipukul atau disetrum,’’katanya di Kota Semarang, Rabu (26/6/2024).
Dia menjelaskan, kini kondisi anaknya sangat memprihatinkan. Bahkan, matanya mengalami gangguan karena disuruh bekerja di depan laptop selama 18 jam nonstop.
‘’Anak saya ingin pulang, tapi saya tidak punya uang. Karena kalau pulang harus membayar uang tebusan Rp 150 juta,” terangnya didampingi pendamping keluarga korban dari LBH Kota Semarang. Untuk itu ia berharap pemerintah membantu memulangkan anaknya.
Kejadian itu bermula ketika korban mencari lowongan pekerjaan di luar negeri melalui media sosial, Facebook. Adapun syarat untuk kerja ke negara tersebut harus membayar Rp 16 juta. “Anak saya diiming-imingi kerja di Selandia Baru sebagai admin perusahaan dengan upah Rp 12 juta-Rp 20 juta per bulan,” ungkapnya.
Dia sebenarnya sudah mewanti-wanti anaknya agar tak tergiur pekerjaan tersebut. Namun, putra keduanya itu kukuh bekerja ke luar negeri, dengan alasan pekerjaan tersebut legal.
Selama berkomunikasi dengan anaknya, Ing mengungkapkan banyak penyiksaan yang dialami anaknya mulai dicambuk, disetrum, dipukuli hingga disuruh berlari memutari lapangan dengan membawa galon.
Asisten Pengacara Publik LBH Semarang, Tuti Wijaya mengungkapkan, korban TPPO dari Indonesia itu ada delapan orang. Kini korban didampingi Jaringan Solidaritas Korban Kerja Paksa dan Perbudakan Modern Asia Tenggara.
Pihaknya sudah melaporkan kejadian tersebut ke berbagai instansi, seperti Mabes Polri, Kementerian Luar Negeri, Komnas HAM, dan lainnya. Namun, hingga kini belum mendapat respons.
Tuti mendesak pemerintah untuk segera memulangkan korban sebab sudah mengalami penyiksaan. Pihaknya dalam waktu dekat juga akan melaporkan ke Polda Jateng dan Plt Gubernur Jateng. “Korban secara fisik dan mental sudah kena” tandasnya.
Rabu sore, pihaknya bersama orang tua korban mengirim surat terbuka ke Presiden Jokowi berisi ‘’Bebaskan Keluarga Kami dari Penyiksaan dan Jerat Perbudakan’’ .(*)